Adit sedikit kecewa dengan reaksi Seruni. Seruni pun menyimpan kecewa dalam hatinya. Berkali-kali dia sampaikan ingin sekali celengan baru supaya tidak memberatkan Adit dan memang saat itu dia sedang memerlukannya sebagai teman celengan babinya. Tapi ternyata Adit memberinya kejutan mahal yang ia tidak paham dimana asiknya. Baginya, makan di warung pinggir jalan seperti malam-malam biasanya, dengan recehan 500 perak sebagai “jatah” kejutan hariannya, jauh lebih menyenangkan. Adit ingin memberikan yang terbaik saat itu, dengan merogoh kocek cukup lumayan, tapi ternyata tidak bisa memberi kebahagiaan yang Seruni harapkan.
Dari sini aku belajar, standar bahagia masing-masing orang memang berbeda. Bukan karena tidak peka, tapi kadang memang tidak bisa dipahami. Bisa karena berbeda standar hidup, berbeda lingkungan, atau pengalaman masa lalu. Coba saja Seruni sampaikan lebih sering dan detail. Coba saja Adit cukup belikan celengan, ia tidak perlu membuang uang lebih banyak. Tapi bagaimana lagi, untuk Adit sendiri bukan suatu masalah merogoh kocek sebanyak itu. Coba, coba dan coba. Sayangnya hidup bukan coba-coba. Hidup melibatkan hati, rasa dan pikiran.
Tadi sore aku bertemu Seruni dan Adit. Kami terlibat obrolan cukup lama. Banyak sekali cerita baru yang ingin kusampaikan kepada sahabat kecilku. Tapi dia menghilang. Baiklah, malam ini coba kucari di tumpukan kardus tempat buku-buku dan pakaian lama. Semoga bisa kutemukan. Semoga.