Seize the night, carpe noctem

Hari ini saya bangun pukul 5 pagi karena memang sudah berencana mengikuti misa minggu pagi pukul 06.30 di gereja St. Matius Bintaro. Jadi total jam tidur saya malam tadi hanya 3 jam saudara-saudara.

Entahlah, sejak mulai mengikuti pendidikan DIV awal januari lalu, jam biologis saya mendadak aneh. Berubah-ubah tidak teratur dan sekarang stabil dengan tidak bisa tidur di bawah jam 2 malam. Ini sangat tidak sehat, kawan!! Tapi apa daya, kecanduan kopi dan pola yang sudah melekat dengan hari-hari saya sekarang ini susah sekali untuk diubah (at least untuk saat ini). Bangun di malam hari dan tidur nyenyak di siang hari. 

Apakah ini sehat? Tentu saja tidak. Dan kalau ditanya ingin berubah atau tidak, untuk saat ini bagi saya belum, karena tuntutan perkuliahan saya mengharuskan saya untuk bertahan seperti ini sementara waktu. Kenapa? Karena saya orang yang agak sulit berkonsentrasi di waktu siang, dan bisa efektif dalam menghafal, menganalisa dan mengerjakan tugas di malam hari. Ya, malam hari saat saya merasa tenang dan alam sedang beristirahat. Di waktu tenang dan sepi ini entah kenapa saya sangat menemukan “me time” saya dan bisa sangat efektif dalam melakukan banyak hal. Mungkin jiwa saya bisa bebas karena saat sunyi saya bisa merasa sendiri dan nyaman untuk melakukan apapun. Membaca artikel, buku dan literatur, mengerjakan soal-soal latihan dan tugas, blogging, berkicau di twitter, mencari dan menikmati musik-musik yang membuat saya nyaman, termasuk menonton film, menggambar bahkan berkutat di online shop. hahaha

Apalagi sebentar lagi Ujian Akhir Semester (UAS). What a perfect combination! Ujian jam 11 siang sangat membantu saya karena saya bisa santai di pagi hari dan itu berarti bebas untuk tidak tidur sampai pagi. Ujian selesai pukul 2 dimana saya bisa langsung makan siang dan menikmati kualitas tidur optimal saya di siang hari. Yeay!

Pernah dengar istilah carpe diem? Sebuah frasa dalam bahasa latin ini memiliki arti seize the day yang bila dibahasa Indonesiakan menjadi merengkuh hari. Frasa ini bisa memilik banyak arti, namun yang populer adalah mengefektifkan semua tindakan yang kita lakukan dalam satu hari untuk mencapai tujuan tertentu dan menjadi seorang pemenang dalam kurun waktu yang sama. Dan saya memiliki istilah yang berlaku bagi diri saya sendiri sekarang, yakni carpe noctem yang berarti seize the night. Yak! Di siang hari saya bisa melakukan apa yang tidak bisa saya lakukan di malam hari, menikmati hidup, bersosialisasi dan bekerja dengan orang lain, dan di malam harinya saya bisa mengoptimalkan usaha dalam diri saya sendiri serta menyenangkan diri saya dengan banyak hal yang bisa saya lakukan dengan bahagia ketika saya sendirian. Menyenangkan, bukan?

Tapi yang namanya kebiasaan buruk harus diubah. Apalagi memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Kapan saya akan berubah?

Nantilah…kalau saya sudah bosan dan menemukan yang lebih baik dari pola yang seperti ini…hehehehe =p

Anyway…selamat ujian buat rekan-rekan kebanggaan saya.

Wish us luck 😉

Sekilas mengenai pemberitaan Sukhoi Superjet 100

Besok Senin UAS dibuka dengan Intermediate Accounting. Entah karena udah nyolong start dengan belajar waktu quiz kemarin atau karena mood yang emang lagi gak bisa diajak kompromi, dari tadi usaha buat konsentrasi gak berhasil juga. *hiks*. Ibarat belajar itu proses buat keluar dari pintu kamar dimana di bawah pintu itu ternyata ada bekas kotoran kucing berceceran yang musti dibersihkan biar bisa keluar kamar dengan tenang, jadi langkah pertama yang harus saya lakukan sudah jelas membersihkan kotoran-kotoran tersebut. Dan semoga dengan menambah arsip blog saya ini, saya bisa tenang untuk belajar lagi setelah ya. *halah!, prolognya lebay*

Sepulang belajar bersama beberapa teman sekelas, saya menghabiskan waktu dengan bersantai dan menonton acara televisi yang penuh dengan liputan mengenai jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan perjalanan demonstrasi seputaran wilayah Gunung Salak. Tapi tontonan nampaknya kurang menarik karena media yang menurut saya terlalu mengeksploitasi emosi dan perasaan keluarga korban dalam kecelakaan pesawat tersebut. Dan salah satu pertanyaan yang saya dengar dari seorang reporter di salah satu televisi swasta adalah…”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu dengan adanya peristiwa yang menimpa keluarga anda ini?”. Walaupun saya tidak mengetahui banyak mengenai jurnalistik, namun menurut saya pertanyaan ini pertanyaan guoblok *maaf* dan tidak pantas ditanyakan kepada para keluarga korban. Pertama, pastilah jawabannya sudah bisa ditebak dan dilihat dari reaksi orang-orang tersebut, yakni sedih, cemas, dan kehilangan. Dan walaupun ada yang keterlaluan dan merasa senang pasti mereka akan tetap mengeluarkan jawaban tersebut. Kedua, kesedihan bukan hal yang pantas untuk dieksploitasi dan dijadikan bahan pemberitaan yang berlebihan seperti itu. Fungsi mereka adalah menyediakan informasi yang bermanfaat. Menurut saya lebih baik mereka cukup melaporkan kepada masyarakat mengenai sudah sejauh mana berjalannya proses evakuasi, tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menangani dan musibah ini, atau pihak mana saja yang terkait untuk membantu proses penanganan masalah ini. Supaya masyarakat mengetahui bagaimana kinerja aparat dan kerjasama pihak-pihak yang berperan serta turun tangan dalam masalah ini. Contohnya adalah media di Jepang. Lihat saja saat tragedi tsunami terjadi di wilayah mereka. Berita yang keluar cukup seputar penyebab, wilayah yang terkena dampaknya, bagaimana strategi pemerintah dalam menangani bencana ini, distribusi bantuan baik berupa barang maupun tenaga kemanusiaan, juga restrukturisasi wilayahnya pasca bencana tersebut. Munculnya beberapa camp pengungsian, kehilangan rumah dan bahkan anggota keluarga cukup diberitakan dengan angka dan gambaran singkat saja, tidak lebay dan mengeksploitasi gambar-gambar tangisan kehilangan dengan musik yang mendayu-dayu, karena dimanapun semua orang pasti tau bahwa hal-hal tersebut adalah akibat yang wajar saja muncul akibat bencana. Dan jujur, dari model berita-berita tersebut saya merasa mendapat cukup informasi dan juga hal-hal positif dan baru seperti bagaimana masyarakat Jepang tetap membawa budaya antrinya dalam mengambil jatah bantuan dari pemerintah, lembaga kemanusiaan mana saja yang khusus datang ke Jepang untuk turun tangan dan bagaimana kerjasamanya yang baik dan membuat saya salut. Saya juga yakin dengan melihat gambaran kerusakan di lokasi, kondisi korban bencana secara umum, angka jumlah bantuan yang sudah masuk, proses distribusi dan angka kekurangannya, masyarakat di luar juga sudah bisa tergerak untuk membantu, bukan dengan lebay mengeksploitasi tangisan secara berulang-ulang dan bahkan menanyakan pertanyaan bodoh seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Karena menurut saya berita itu bukan reality sinetron namun hendaknya sarana informasi yang bisa menggerakkan masyarakat untuk berbuat dan menuju arah yang positif.

Hal lain yang menjadi sorotan saya kali ini dan di beberapa kejadian yang lalu adalah sorotan media mengenai anggota parpol yang mengunjungi keluarga korban, dan wawancara dengan artis ketika mereka mendaki gunung untuk membantu mencari para korban. Oh please…should you do that?? Should everybody know it?? Come on man, bahkan diibaratkan ketika tangan kananmu memberi, tangan kirimu lebih baik tidak mengetahui apa isi di dalam tangan kananmu…

Semoga media di Indonesia bisa lebih independen, informatif secara positif dan bisa mempengaruhi masyarakat untuk bergerak ke arah dan pemikiran yang lebih positif lagi.

Untuk para pihak yang membantu dalam penanganan musibah ini, semoga diberi kelancaran dan kemudahan. Serta diberikan ketabahan dan keikhlasan bagi keluarga para korban..

What’s the difference between black coffee and espresso?

Once upon a time i went out for coffee with some friends. When i ordered a cup of espresso, one of them asked me “why did you choose the smaller cup? I think it is same as black coffee”.

Oh my God, there are many people who dont know the differences between espresso and black coffee.

Well..they are both coffee, but Espresso is roasted a bit darker and it is stronger and you drink it in little cups. 

 

The beans are roasted until they are dark and oily-looking. The two main differences between coffee and espresso are the fineness of the grind and the brewing time. The brewing time for espresso is much shorter, made possible by espresso machines that generate up to 15 atmospheres of pressure to force hot water through the ground coffee.

 

When the espresso is placed into a small filtered basket, it is tightly packed with about 40lbs of pressure. Coffee is loose grinds and not packed at all. When the espresso liquid comes out, it is a dark brown color and slightly thick liquid with a small amount of crema on top. ( Crema is a foam similar to that found on beer.) Also, there are many factors in making the perfect shot of espresso. 

 

As mentioned above, the temperature and pressure of the water, the fineness of the ground coffee, and how tightly it is packed into the filter basket are just a few.

 

So…now you know the differences between espresso and common black coffee. =)

 

I prefer to have espresso rather than black coffee, by the way.

How about you?? 😉

From Goyte to Walk off the Earth

Hari ini, sepulang kuliah saya langsung membeli makan, lalu membeli beberapa peralatan mandi yang stoknya sudah mulai hampir habis dan kemudian pulang ke kos-kosan.

Niat untuk makan, tidur siang, nyore, dan mandi sebelum belajat tidak berjalan dengan mulus nampaknya hari ini.

Mendarat di tempat tidur, berkutat dengan handphone sembari diiringi backsound acara TV yang saya tidak ingat pasti. Tapi sepertinya salah satunya acara gosip sih, karena ada sedikit terekam di kepala saya tentang mbak Syahrini yang mendadak galau karena muncul foto mesra kekasihnya dengan wanita lain di dunia maya. 😀 Lalu saya pun tertidur dan terbangun sebelum maghrib.

Well…sekarang sudah pukul 22.34 WIB. Efek kopi papua yang saya minum tadi sore memang bekerja, tapi entah kenapa, sedari tadi twitter, youtube dan beberapa blog yang aktif saya tongkrongi lebih attractive daripada buku Manajemen Keuangan dan slide Intermediate Accounting yang dari tadi bertengger gagah di depan saya. Masalah klasik mahasiswa galau. hehe

Karena percakapan di partychat kelas saya di kampus dipenuhi oleh link video di youtube mengenai daerah asal masing-masing (yah, kami lumayan bangga dan sedikit narsis dengan daerah asal masing-masing yang memang beragam dan “unik”), iseng-iseng saya buka youtube dan melihat beberapa video klip unik dari beberapa band dan penyanyi yang saya ingat.

Salah satunya Goyte.

Penyanyi berdarah Belgia-Australia kelahiran 1980 ini menurut saya unik, dengan musik yang agak tidak biasa dan konsep video klip yang menurut saya unik, langka dan menarik, penyanyi satu ini akhir-akhir ini menjadi penyanyi yang videonya di youtube paling sering saya kunjungi.

Salah satu lagu favorit saya berjudul Somebody that I Used to Know. Liriknya memang tidak terlalu mengena dan berhubungan dengan kehidupan saya, namun iramanya minimal selalu membuat kepala saya bergoyang, mulut saya ikut menyanyi dan saya menikmatinya!

Lihat video klipnya di link berikut http://www.youtube.com/watch?v=8UVNT4wvIGY

Salah seorang teman saya di twitter berkata bahwa dia sungguh tidak bisa menikmati music si bang Goyte ini, apalagi videoklipnya. But, yeah...everyone has their own taste of music, right?

Saya kemudian mempublish video tersebut lewat facebook saya, dan salah seorang mengisi komentar dengan link video yang lain http://www.youtube.com/watch?v=d9NF2edxy-M , video lagu Somebody that I Used to Know yang dibawakan oleh Walk Off the Earth (seriously, saya yang ndeso ini belum pernah mendengar nama ini sebelumnya). Saya terkejut begitu melihat videonya. 5 orang mampu membawakan lagu tersebut dengan sebuah gitar yang difungsikan menjadi bass, melodic guitar dan perkusi. Its so damn amazing!! Even this cover video is better than the original version (oppsss..sorry mr. Goyte). 

Sekilas tentang Walk off the Earth, band indie ini berasal dari Canada. Yah, namanya juga band indie, mereka masuk ke pasar tanpa melewati label rekaman terkenal manapun. Yang luar biasa adalah, peralatan yang mereka gunakan sangat sederhana, hanya sejenis ukulele, atau bahkan di beberapa videonya saya melihat mereka menggunakan alat-alat musik yang low budget dan bahkan galon air minum juga alat-alat tidak terduga lainnya. Namun dengan keterbatasan itu, mereka tetap bisa membawakan cover beberapa lagu yang sudah terkenal dengan sangat indah. 

Ah, sayang, Band indie semenarik ini kenapa saya baru mendengarnya sekarang? =( Padahal band ini sudah ada sejak 6 tahun lalu ternyata. Kalian yang belum mengetahui juga, cek deh, di websitenya http://www.walkofftheearth.om atau facebooknya di http://www.facebook.com/walkofftheearth, juga banyak videonya di youtube. 

Well…Goyte memang keren dan mengagumkan, dan berkat video klipnya, saya dibawa ke demam Walk Off the Earth…=)

Hahaha. Kenapa postingan saya kacau begini ya? Ahhh. Dampak terpesona video klip WOTE tadi sepertinya 😀

Oh ya, hampir ketinggalan, cek video ini deh http://www.youtube.com/watch?v=NQTisKNnV7U&feature=related , di sini sang cover band ( hihihihi ) bawain Somebody that I Used to Know dengan lirik yang kocak abis. Hahaha. Please check this out…pasti ngakak denger liriknya.

Selamat menikmati 🙂

 

PS : Thanks God i’ve found them. Hahaha